7 Ancaman Bahaya Saat Mendaki Gunung Semeru
Penting bagi calon pendaki Semeru untuk mengenal bahaya-bahaya yang ada di gunung tersebut. Mengenal bukan berarti untuk semakin dekat dengan bahaya, tapi justru supaya jauh dari bahaya saat nanti melaksanakan pendakian.
Gunung Semeru 3.676 meter dpl, dengan puncak Mahameru-nya yang merupakan daratan tertinggi di tanah Jawa, telah menjadi magnet bagi banyak orang dari berbagai belahan dunia untuk menakhlukannya.
Selain prediketnya sebagai gunung paling tinggi sepulau Jawa, kerennya pemandangan di sepanjang jalur pendakian membuat banyak kalangan penasaran dengan destinasi ini. Sebut saja danau di Ranu Kumbolo, Bukit Cinta, Padang Savana, taman bunga ungu di Oro Oro Ombo dan seterusnya.
Tapi jangan sampai lupa, dibalik panoramanya yang menggiurkan, gunung Semeru menyimpan berbagai ancaman yang bisa membahayakan nyawa pendakinya. Kalau rajin mengikuti berita adventure, pasti tahu kalau gunung ini sudah banyak menelan korban. Baik korban jiwa, korban luka-luka maupun korban hilang.
Dan mereka yang gugur di Semeru, bukan cuma pendaki pemula yang ceroboh dan tanpa persiapan yang matang. Saat sudah naas, pendaki kelas kakap juga bisa tertimpa petaka.
Siapapun kamu, biarpun seorang pendaki expert yang sudah sering mendaki gunung lewati lembah, tetap harus mempelajari resiko-resiko mendaki Semeru. Karena setiap gunung memiliki karakteristik berbeda-beda. Apalagi kalau kamu seorang newbie, yang motivasi mendakinya cuma terinspirasi film 5 Cm atau hestek #pendakicantik di Instagram.
Berikut ini beberapa bahaya mendaki Gunung Semeru yang perlu sobat traveller ketahui. Bahaya-bahaya ini nyata adanya. Bukan untuk menakut-nakuti. Sumbernya aku peroleh langsung dari para SaVer (Sahabat Volunteer Semeru) saat breafing di pos Ranu Pani. Dan didukung pengalaman pribadi mendaki Semeru tanggal 11 hingga 15 Mei 2017 kemarin.
1. Macan Tutul
Lewat kamera tersembunyi yang dipasang petugas TNBS, ditemukan bahwa ada Macan Tutul -dalam bahasa latinnya disebut Panthera Pardus- berkeliaran di hutan-hutan Semeru. Sewaktu petugas melakukan survei lapangan untuk persiapan pembukaan kembali jalur pendakian pasca ditutup beberapa waktu lalu, juga ditemukan jejak-jejak kaki harimau di daerah Oro Oro Ombo.
Tahun 2015, malah ada sekelompok pendaki yang berpapasan langsung dengan macan tutul di jalur pendakian antara pos tiga dan Ranu Kumbolo. Saat itu karena ketakutan, mereka bersembunyi di semak-semak menunggu hewan itu menjauh.
Memang hingga saat ini belum pernah ada berita tentang pendaki yang menjadi korban macan tutul. Tapi bukan tidak mungkin, pendaki-pendaki Semeru yang hilang dan tak kembali itu karena diserang harimau saat tersesat. Wuallahu'alam.
Makanya dalam breafing, SaVer memberi peringatan kepada para calon pendaki agar mewaspadai binatang buas tersebut. Caranya ialah selalu bersama dalam rombongan, jangan memisahkan diri, dan jangan berjalan di malam hari. Inshaa Allah, harimau tidak akan menyerang orang yang berjalan beramai-ramai.
2. Jurang dan Tanah Longsor
Hampir di sepanjang jalur pendakian dari Ranu Pane hingga ke Ranu Kumbolo, di kanan kiri jalan setapaknya terdapat tebing dan jurang menganga. Menurut SaVer, di beberapa titik ada tebing-tebing yang rawan longsor. Dan itu memang terbukti. Saat dalam perjalanan, di jalur antara pos tiga dan pos empat ada bekas longsoran yang ditilik dari warna tanahnya kejadiannya belum lama.
Naas memang tidak bisa diprediksi, tapi setidaknya kita bisa berupaya menjauhinya dengan cara melangkah berhati-hati, penuh konsentrasi dan selalu waspada. Jika mendengar ada suara tanah runtuh, segeralah lari menyelematkan diri ke tempat yang aman!
Selain melangkah penuh kehati-hatian, kita juga perlu menggunakan alas kaki yang sol-nya bisa mencengkram tanah dengan baik. Dengan begitu kita bisa meminimalisir resiko terpeleset kemudian terperosok ke bawah jurang.
3. Kayu Rapuh
Saat treking, di beberapa titik para pendaki pasti akan bertemu batang pohon ambruk memalangi jalur pendakian. Oleh petugas pohon roboh itu hanya dibersihkan cabang-cabangnya saja. Batangnya sengaja dibiarkan melintang. Katanya untuk menambah tantangan jalur pendakian.
Dan tentu sebagai kode halus, bahwa pohon-pohon di hutan Semeru bisa tumbang sewaktu-waktu. Apalagi di blok Cemoro Kandang, di sana banyak batang kayu rapuh akibat kebakaran hutan, yang bisa saja tiada angin tiada hujan tiba-tiba roboh tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Coba direnungkan apa jadinya, jika ada pohon ambruk atau cabang kayu patah ke jalur pendakian pas ada rombongan pendaki melintas?
4. Suhu Tak Menentu
Ketika breafing di Ranu Pani, SaVer telah mewanti-wanti agar calon pendaki waspada dengan suhu Semeru yang sering tak menentu. Kadang dingin kadang dingin banget, terutama malam hari. Dan mungkin saat aku mendaki hari itu, suhu sedang dingin-dinginnya.
Untuk menggambarkan seganas apa suhu dingin di Ranu Kumbolo kala itu. Aku mengenakan celana panjang dobel, kaos tangan dobel, kaos kaki dobel, singlet, kaos oblong, kemeja lengan panjang, jaket kemudian masuk ke dalam sleeping bag, tapi dinginnya tetap bandel menusuk kulit. Tubuh tetap merasa dingin sehingga sulit tidur. Matras sampai basah tertembus uap kabut yang padahal tenda tertutup rapat.
Di tenda lain ada pendaki yang sampai berlinang air mata menahan gigil. Bahkan banyak yang menyalakan kompor di dalam tenda demi mengurangi rasa dingin.
Kalau ada yang menganggap ini lebay, silakan search di Google dengan kata kunci 'Korban Kedinginan Gunung Semeru'. Ada beberapa berita tentang pendaki Semeru yang meregang nyawa akibat kedinginan.
Memang cuaca dingin bukan satu-satunya penyebab kematian, biasanya juga dipicu faktor lain seperti kelelahan, hipotermia dan badan yang memang kurang fit sejak awal.
5. Batu Lereng Semeru
Selama empat hari tiga malam pendakian, aku melihat ada dua orang korban tertimpa longsoran batu saat mereka summit attack. Yang pertama mengalami luka-luka serius. Saat itu masih pendakian hari pertama, menjelang pos tiga, aku berpapasan dengan iring-iringan petugas yang menandu korban.
Korban kedua, Anthina Sumartina Isvandri, seorang pendaki wanita asal Jakarta. Yang ini nasibnya lebih memprihatinkan. Ia menghembuskan nafas terakhir saat proses evakuasi dari Kalimati ke Ranu Pani.
Kecelakaan itu terjadi di pendakianku hari ketiga. Tiba di batas vegetasi waktu turun dari puncak, aku sempat melihat wajah korban yang telah pucat. Tapi waktu itu beliau belum meninggal. Masih pingsan. Baru ketika perjalanan pulang, saat istirahat di Jambangan, terdengar kabar bahwa korban telah berpulang ke Rahmatullah.
Dua kejadian tersebut membuktikan bahwa batu-batu di lereng Semeru benar-benar perlu diwaspadai. Mendaki dengan sembrono bisa mendatangkan maut dan malapetaka. Dan memang kecelakaan tertabrak batu itu biasanya akibat kecerobohan pendaki di atasnya. Batu digunakan untuk pegangan, dijadikan pijakan, atau diduduki saat istirahat. Kalau kebetulan batunya labil, tidak menancap dengan kuat di dalam pasir, batu akan terbongkah kemudian menggelinding deras dan menjadi terror mengerikan bagi pendaki-pendaki di bawahnya.
Bayangkan saja batu menggelundung di lereng gunung yang sudut kemiringannya 70 derajat, tentu kecepatannya sangat berbahaya. Dapat dipastikan akan berakibat fatal saat menerjang orang.
6. Gas Beracun
Di sosial media terutama Instagram, sering ada foto seorang pendaki berpose keren di puncak Mahameru, dengan latar belakang semburan asap dari kawah gunung. Semburan yang menyerupai cendawan raksasa itu berasal dari kawah Jonggring Seloko. Dan momen menakjubkan itu terjadi setiap setengah jam sekali dan berlangsung hanya beberapa menit.
Tapi dibalik pesonanya yang mendunia, semburan material dari kawah Jonggring Seloka itu mengandung gas beracun yang sangat mematikan. Gas beracun itu oleh warga sekitar biasa disebut Wedhus Gembel. Pendaki dilarang mendekat. Jarak yang diperbolehkan adalah satu kilometer dari area Jonggring Seloka.
Demi keselamatan, pihak TNBS juga melarang para pendaki masih berada di puncak setelah jam 09.00 pagi. Di siang hari arah angin tak menentu. Dikhawatirkan saat ada letusan, gas yang mengandung racun terbawa angin ke arah pendaki.
Dan kalau gas beracun itu terhirup, akibatnya bisa seperti yang dialami almarhum Soe Hok Gie, aktivis yang terkenal dengan prinsip 'Lebih baik diasingkan dari pada menyerah terhadap kemunafikan'. Gie bersama rekannya, Idhan Lubis, ditemukan meninggal di puncak Mahameru. Kuat dugaan keduanya tewas akibat menghirup gas beracun yang keluar dari kawah Jonggring Saloka.
7. Blank 75
Dari semua bahaya yang mengancam pendaki Semeru, Blank 75 adalah yang paling fenomenal karena paling sering menelan korban. Sudah banyak pendaki yang hilang di kawasan ini. Ada yang ditemukan selamat, ada yang ditemukan telah menjadi mayat, ada juga yang hingga sekarang belum ditemukan. Saking horrornya, Blank 75 sering disebut sebagai Death Zone, zona kematian. Sebagian lain menyebutnya Jalur Tengkorak.
Asalkan cuaca cerah, lokasi Blank 75 bisa dilihat secara kasat mata saat turun dari puncak di pagi hari. Yaitu di sebelah kanan areal Arcopodo, Kelik dan batas vegetasi. Berupa lereng berpasir yang kemudian terputus dan membentuk jurang sedalam 75 sampai 100 meter. Dalamnya yang diperkiran 75 meter itu yang membuat kawasan itu dinamakan Blank 75.
Pendaki yang terjebak ke dalam Blank 75 biasanya saat kembali dari Puncak. Karena keasyikan meluncur ke bawah seperti bermain sky, tidak sadar telah jauh melenceng ke kanan, hingga tau-tau sudah terperangkap masuk ke ke Blank 75. Bisa juga karena sang pendaki mengalami disorentasi pandangan karena kelelahan, mengira jalur yang dituruni adalah jalur turun yang benar. Bisa juga karena kabut tebal sehingga jarak pandang terbatas.
Dan jika sudah terseret di blok Blank 75, kemungkinan untuk kembali menemukan arah pulang yang benar sangat kecil. Endingnya bisa seperti yang dialami Dian Suanto, pendaki asal Jember, yang harus survival (bertahan hidup) selama lima hari lima malam setelah sebelum tersesat di Blank 75.
Atau Lionel Du Creaux, pendaki asal Swiss yang padahal sudah berpengalaman naik gunung, tapi sampai hari ini sudah lebih setahun belum juga ditemukan. Entah seperti apa kondisinya sekarang. Dan ia diperkirakan tersesat di Blank 75.
Lebih tragis yang dialami Andika Listyono Putra, pendaki asal Jogjakarta. Jenazahnya ditemukan tim SAR gabungan di dasar jurang Blank 75 setelah lima hari dilakukan pencarian.
Itulah 7 Ancaman Bahaya Saat Mendaki Gunung Semeru versi non the spot. Penting untuk dicamkan di dalam hati para pendaki, bahwa tujuan naik gunung adalah untuk turun gunung. Kesuksesan mendaki bukanlah puncak, tapi pulang dengan selamat.
Mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa menambah wawasan teman-teman yang bercita-cita menggapai Mahameru 3.676 mdpl. Happy Travelling.
10 komentar untuk "7 Ancaman Bahaya Saat Mendaki Gunung Semeru"
Sikap hati-hati penting karena dengan sikap bijak tersebut, apapun hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi.
Lw cmk mntan pacar se kgak da pa2x ketimbang kenangan dari semeru...
Hehehege
.
Suka banget sama coretan-coretannya admin, keren sekali mas, lanjutkan!!
Silakan berkomentar dengan tertib dan sopan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.