Mengunjungi Pasar Triwindu, Pusatnya Penjualan Barang Antik dan Khitikan di Surakarta
Pasar Triwindu Solo adalah sebuah pasar di kota Surakarta yang khusus menjual barang-barang dan benda antik. Pasar ini diresmikan pada tanggal 11 Juni 2011 oleh Ir. Joko Widodo yang saat itu masih menjabat walikota Solo.
Kota Solo memang tidak memiliki wisata alam yang spektakuler, tapi bukan berarti di sana tidak ada tempat-tempat menarik untuk dikunjungi. Ada banget. Banyak malah terutama wisata-wisata budaya.
Tempat wisata terkenal di kota Solo di antaranya Keraton Kasunan Surakarta Hadiningrat, Taman Sriwedari, Taman Bale Kambang, Kampung Batik Kauman, Museum Manusia Purba Sangiran, Pasar Klewer, Pasar Triwindu dan banyak lagi.
Nah di postingan kali ini, aku akan membahas tempat yang tadi terakhir disebut. Iya, Pasar Triwindu. Pusatnya penjualan barang antik dan khitikan di kota Solo. Belum lama ini aku dan travelmate Anggun Josie Pasemawati berkesempatan jalan-jalan ke sana. Memang sebenarnya rada-rada kurang tepat, ke pasar kok untuk jalan-jalan? Bukannya belanja. Sebab pasar kan tempat jual beli. Meskipun kadang juga menjadi tempat copet beraksi.
Tapi pasar Triwindu beda. Para pedagang di pasar ini hanya menjual barang-barang dan benda-benda antik. Kalau kamu ke Pasar Triwindu mau beli laptop, cacasan hape, cabe rawit, ikan asin, tiwul, kangkung keluaran terbaru, ubi cilembu, di sana nggak bakalan ada. Tapi kalau kamu mencari peralatan makan jaman dulu, jam dinding kuno, setrika arang, lampu petromax, telepon tempo doeloe, lampu-lampu hias abad 20, kendi dan berbagai barang antik lain, maka Pasar Triwindu adalah jawabannya.
Lokasi Pasar Triwindu ada di Jalan Diponegoro, Keprabon, Banjarsari, Surakarta (Solo), Jawa Tengah, Republik Indonesia. Kami berangkat dari kawasan pinggir kota Solo bernama Jebres. Bagi yang hapal jalan, Jebres - Pasar Triwindu sebenarnya tidak terlalu jauh. Cuma sekitar enam kilometer. Tapi bagi manusia urban kayak kami, mohon maaf kalau jarak segitu terpaksa harus kami selesaikan dalam durasi hampir sejam. Tolong dimaklumi saja, sebab selama di jalan, beberapa kali kami harus berhenti dan bertanya kepada orang-orang tentang cara menuju lokasi Pasar Triwindu. Kami bukannya tidak memanfaatkan tekhnologi. Sempat mengandalkan maps tapi malah muter-muter nggak sampai-sampai.
Dan serunya, pas kami nanya orang-orang, ada yang memang tidak tahu arahnya, ada yang bahkan tidak tahu bahwa di Solo ada namanya pasar Triwindu. Ada pula yang ngasih petunjuknya berbeda 180 derajat dengan orang yang kami tanya sebelumnya. Sempat juga bertanya kepada polisi di jalan, tapi dia diam saja. Sama sekali nggak peduli. Mungkin karena polisi yang kami tanyai itu polisi tidur. Nggak tahu juga. Entahlah.
Dalam perjalanan, kami melihat sebuah tempat berhalaman luas tapi sepi, dengan bangunan utama berupa rumah Joglo, yang di dinding luar penyangga atapnya ada tokoh pewayangan Raden Werkudara. Tepat di bawahnya ada papan bertuliskan ‘Selamat Datang di Pasar Triwindu, Pusat Penjualan Barang Antik dan Khitikan’ dalam dua bahasa. Di bawahnya lagi ada spanduk dengan ucapan ‘Sugeng Rawuh Poro Tamu’, yang artinya ‘Selamat Datang Para Tamu’.
Yeah! Tidak salah lagi itulah tempatnya. Alhamdulillah wasyukurillah. Kami senang bukan kepalang. Rasanya dunia cuma milik kami berdua. Berkat kesabaran dan kerja keras yang tak mengenal lelah, akhirnya kami menemukan juga pasar yang kami cari-cari.
Tapi, sayang seribu sayang cantik tujuhbelas kali cantik. Cobaan memang tidak pernah berhenti menimpa orang-orang yang sabar. Saat kami masuk dengan hati ceria, pasarnya ternyata sudah mau CLOSING! Tutup, vroh! Pantesan tadi halamannya sepi!
Kulihat dengan mata kepalaku sendiri, kios-kios banyak yang sudah kukut. Pengunjung hanya tinggal beberapa biji. Bahkan di tangga naik menuju lantai 2 pintunya sudah digembok rantai. Hiks!
Dunia memang terkadang tidak adil. Baru sebentar bahagia sudah kecewa lagi. Lagian apaan belum terlalu sore kok udah main tutup aja? Ha?! Tapi kemudian kami sadar, kesalahan tetap ada pada kami berdua. Kenapa sebelum berangkat tadi tidak cari-cari informasi tentang jam buka tutup Pasar Triwindu?! Iya kan?
Buat sobat traveler, plis belajarlah dari kesalahan kami. Biar tidak mengalami kejadian mengenaskan seperti ini, kalau mau ke sini datangnya sebelum pukul 16.00 sore. Pasar Triwindu buka dari jam 09.00 – 16.00 WIB.
Untungnya saat itu di lantai dasar masih ada beberapa pedagang yang belum kukut. Kami pun segera berhamburan ke sana sebelum terlambat. Kalau mereka juga keburu tutup, maka kesempatan melihat barang-barang antik koleksi pasar Triwindu bakal sulit terwujud kembali.
Selanjutnya kami berkeliling di Pasar Triwindu. Melihat sisa-sisa toko yang masih buka. Uniknya, di depan toko-toko yang sudah tutup, dagangan yang dipajang di luar dibiarkan tetap di luar. Entah karena di dalam sudah tidak muat, atau entah sengaja dibiarkan biar untuk dilihat-lihat para wisatawan. Untung jiwa kleptoku nggak kumat melihat barang-barang antik berserakan tanpa ada yang menjaga seperti itu.
Pasar Triwindu luasnya tidak terlalu luas tapi memiliki dua lantai. Di pasar yang memiliki nama lain Windujenar ini yang diperdagangkan 100% barang antik dan benda-benda antik bernilai seni tinggi. Beberapa barang terutama peralatan rumah tangga, sukses membuatku teringat masa-masa kecil. Dulu barang-barang tersebut banyak menghiasi rak-rak dapur rumah Ibu dan almarhumah Mbah Putri. Masa-masa di mana belum ada mejikom, panci-panci stainless, dispenser serta berbagai barang berembel-embel taperwer.
Tidak ada harga tiket masuk ke pasar barang antik Tri Windu. Namanya juga pasar masa harus pakai bayar karcis. Pengunjung cuma dikenakan biaya parkir Rp 2.000. Sore itu selain aku, ada beberapa gerombolan dede dede gemes, berkeliaran di dalam pasar menenteng senjata andalan mereka seperti kemera, tongsis dan salah satunya ada yang mengalungi DLSR.
Agak kasihan juga sama penjual-penjual di sana. Banyak pengunjung yang datang hanya untuk berwisata, sekedar jalan-jalan dan berfoto-foto tanpa membeli apa-apa. Berbagai barang antik yang berjejer dan bergelantungan, memang sangat menarik untuk fotografi bertema klasik.
Aku sendiri saat mengambil gambar merasa nggak enak hati melihat tatapan para pedagang. Apalagi saat mereka getol menawarkan dagangannya sementara aku tak mampu membeli. Aku jadi nggak konsentrasi memotret dan banyak yang hasil fotonya kabur. Untung kaburnya nggak jauh. Habis gimana, anggaran jalan-jalanku pas-pasan banget, nggak mungkin aku belikan barang-barang yang sedang tidak aku butuhkan. Maafkan saya wahai Bapak Ibu pedagang pasar Triwindu. Aku harus hemat biar nggak jadi gembel di kampung orang.
Semoga para pedagang itu memaklumi, aku memotret untuk liputan blog, bukan semata-mata untuk eksistensi kepentingan pribadi. Meskipun sebenarnya juga cuma blog pribadi. Tapi siapa tahu, dengan dimuatnya pasar Tri Windu, dengan segala keunikan dan banyaknya barang-barang antik yang tersedia, ada pembaca yang tertarik ke sana untuk berbelanja. Apa lagi kalau yang baca konglomerat-konglomerat penggemar barang antik, bisa habis diborong tuh seisi pasar.
Seperti itulah cerita kami ke pasar barang antik di Solo meskipun tak berbelanja. Tapi yang pasti, pasar Triwindu bisa menjadi surganya para kolektor benda dan barang-barang antik. Isinya komplit mulai dari orderdil motor tua, TV kuno, radio lawas, uang koin jaman dulu, alat-alat makan era 80-an, barang-barang kerajaan dan untuk tahu selengkapnya silakan datang ke sini. Happy Travelling.
1 komentar untuk "Mengunjungi Pasar Triwindu, Pusatnya Penjualan Barang Antik dan Khitikan di Surakarta"
Silakan berkomentar dengan tertib dan sopan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.