Mendaki Gunung Sepikul, Bekas Lokasi Syuting Film Wiro Sableng
Di pelosok kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, ada sebuah destinasi wisata yang belum begitu populer di kalangan traveler. Padahal tempat ini hampir di setiap sudutnya memiliki keindahan yang mengagumkan. Gunung Sepikul namanya.
Pagi-pagi sekali bersama Josie, patner ngebolang yang suka makan pepaya itu, aku sudah memasuki desa Getan, kelurahan Tiyaran, kecamatan Bulu, kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Kedatangan kami untuk mengunjungi kawasan wisata Batu Seribu, dengan destinasi utama ke Gunung Sepikul.
Hari sebenarnya masih terlalu pagi untuk diisi kegiatan wisata. Suasana desa masih berkabut, sepi dan dingin. Para penduduknya mungkin masih banyak yang meringkuk di balik selimut. Di sepanjang jalan perkampungan, hanya sesekali saja kami bertemu warga.
Saat sudah berada di kelurahan Tiyaran, mencari keberadaan Gunung Sepikul tidaklah susah. Bermodal Google Map, diimbangi dengan bertanya kepada warga setempat yang kami jumpai, tak butuh waktu lama kami sudah sampai di tujuan. Ditambah adanya papan penunjuk jalan di persimpangan, membuat perjalanan kami menemukan lokasi Gunung Sepikul semakin gampang.
Kondisi jalan menuju Gunung Sepikul beraspal bagus walau sedikit menyempit ketika sudah berbelok dari jalan utama. Tapi jalan sempit itu hanya berlangsung sekitar 300 meter saja. Setelah itu kami sudah langsung sampai di kaki gunung. Kendaraan bisa dibawa sampai tepat di pintu pendakian. Di sana tersedia lapangan parkir yang luas.
Tapi saking kepagiannya, saat kami tiba di sana belum ada manusia lain kecuali kami. Warung-warung di areal kaki gunung yang biasa melayani para wisatawan belum ada yang buka. Kamar mandi umum masih terkunci dari luar. Penjaga parkirnya juga belum hadir, sehingga kunjungan kami di Gunung Sepikul kala itu benar-benar tidak dipungut biaya apa-apa.
Kalau melihat pintu masuk yang tak berpalang dan tanpa ada pos loket, sepertinya mengunjungi Gunung Sepikul memang gratis. Hanya terdapat papan informasi biaya parkir Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Namun karena saat itu juru parkirnya belum hadir, kami tidak tahu kepada siapa harus membayar ongkos parkir.
Walau bisa masuk gratis, tidak lantas membuat aku senang. Justru muncul perasaan kuatir ringan. Pasalnya harus meninggalkan motor kami sendirian tanpa ada penjagaan. Apalagi suasana di sekitar Gunung Sepikul pagi itu benar-benar sangat sepi. Berada lumayan jauh dari pemukiman penduduk. Di sekitarnya hanya persawahan dan semak belukar. Tidak ada pos polisi atau pun pangkalan militer. Wajar kami kuatir kalau-kalau motor kami diapa-apain oleh pihak tak bertanggungjawab. Misalnya dikencingi kucing atau tombol klaksonnya diganjal benda tak terlihat.
Tapi dari pada menanti tukang parkir yang datangnya belum pasti, aku dan Neng Josie sepakat langsung naik. Kami sudah tidak sabar menyaksikan keindahan puncak Gunung Sepikul yang sebelumnya cuma kami saksikan lewat dunia maya. Kami yakin motor kami akan baik-baik saja.
Selanjutnya, tanpa lupa membaca Basmalah, kami segera memulai langkah menuju puncak. Jalur pendakiannya berupa jalan setapak dengan sudut kemiringan antara 40 - 60 derajat. Rutenya cukup mudah ditempuh. Hanya saja saat menjelang puncak, medannya berubah berbatu dan licin. Jadi harus extra hati-hati.
Walau secara geografis tempat ini dinamakan gunung, tapi secara fisik lebih tepat disebut bukit. Tingginya tidak seberapa. Bahkan hanya dalam kurun waktu 25 menit saja, kami sudah berhasil mencapai puncak. Padahal langkah kami terbilang santai sembari menikmati segarnya udara pagi pegununungan. Andai lebih cepat, mungkin dalam waktu 15 menit saja kami sudah tiba di tempat.
Saat kami tiba di atas, angkasa di sekitar bukit Sepikul masih tertutup halimun. Ini juga akibat lain dari terlalu paginya kedatangan kami. Ke arah mana mata memandang, semua view masih terhalang kabut. Kegantengan juga ikut terhalang kabut. Tapi itu tak menghalangi kami untuk tetap menikmati suasana alam di atas bukit Sepikul.
Alhamdulillah, seiring sinar matahari yang semakin ganas, ketebalan kabut berangsur-angsur menipis dan akhirnya benar-benar pudar. Langit menjadi cerah. Panas matahari mulai menyengat. Saat itu, dari ketinggian puncak bukit Sepikul, tampaklah hamparan sawah, perbukitan yang asri, hutan nan menghijau, serta sejuknya panorama desa. Sungguh pemandangan yang membuat tak ingin pulang. Nggak rugi kami jauh-jauh dari Indonesia datang ke sini.
Di seberang bukit yang kami naiki, yang terpisahkan jalan, berdiri satu bukit lagi yang tingginya sama persis. Jadi bisa dikatakan bukit sepikul adalah gunung kembar yang terbelah jalan. Ini pula yang menjadi ikhwal tempat ini dinamakan Gunung Sepikul. Ada dua gunung yang posisinya bersebelahan, mirip barang yang siap dipikul.
Konon, Gunung Sepikul ini juga berkaitan dengan cerita sejarah PHP Roro Jonggrang terhadap Bandung Bondowoso. Di mana saat itu Roro Jonggrang meminta dibuatkan 1000 candi dalam satu malam. Padahal itu cuma modus mbak Roro Jonggrang menolak halus cinta Bandung Bondowoso.
Nah, saat Bandung Bondowoso tengah giat mengumpulkan bebatuan untuk proyek candinya yang hampir rampung, tahu-tahu ada semburat cahaya fajar dari ufuk timur, dan para penduduk sudah mulai sibuk beraktivitas. Itu artinya Bandung Bondowoso gagal menyelesaikan 1000 candi dalam satu malam. Karena kesal, bebatuan tadi ditinggal begitu saja dan jadilah Gunung Sepikul.
Di Gunung Sepikul terdapat banyak spot foto bebatuan yang wajib dijajal semuanya. Antara lain Watu Jaran, Watu Kandang, Watu Tinggik, Watu Pawon, dan Watu Tumpuk. Dan dari beberapa spot tersebut, Watu Tumpuk merupakan lokasi paling favorit para traveler.
Berikut ini beberapa hasil foto kami selama berada di puncak Bukit Sepikul.
Berikut ini beberapa hasil foto kami selama berada di puncak Bukit Sepikul.
Kece bukan? Saking kecenya, Gunung Sepikul pernah dijadikan lokasi syuting sinetron Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng. Sinetron laga komedi yang sangat populer di tahun 90-an. Tak hanya Wiro Sableng, film Saur Sepuh dan Wali Songo juga mengambil lokasi di sini.
Meski begitu, entah kenapa sampai saat ini Gunung Sepikul belum begitu terkenal secara nasional. Mungkin karena kurangnya promosi. Bisa juga karena letaknya yang di pelosok. Atau mungkin karena bentuk fisiknya cuma sebuah bukit sehingga tidak terlalu menantang.
Tapi dengan hadirnya jejaring sosial Instagram, pesona Gunung Sepikul saat ini telah menjadi salah satu tempat wisata hits di kawasan Solo Raya. Setiap akhir pekan tempat ini banyak dikunjungi wisatawan terutama para penggila selfie.
Idealnya menyambangi bukit Sepikul adalah saat sore hari. Selain cuaca sudah tidak terlalu terik, kita juga berkesempatan melihat sun set alias matahari tenggelam. Dengan jarak pandang ke arah barat yang demikian luas, meskipun tidak sempat mengalaminya, aku bisa membayangkan kalau senja di Bukit Sepikul pastilah benar-benar menakjubkan.
Kalau teman-teman kebetulan ngetrip ke Surakarta, coba sempatkan mampir ke Gunung Sepikul. Dari kota Solo, jarak ke Bukit Sepikul sekitar 30 km dan bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam. Kota-kota lain yang dekat dengan lokasi Gunung Sepikul adalah Klaten, Wonogori, dan kota kabupaten di mana Gunung Sepikul berada, Sukoharjo.
Kalau teman-teman kebetulan ngetrip ke Surakarta, coba sempatkan mampir ke Gunung Sepikul. Dari kota Solo, jarak ke Bukit Sepikul sekitar 30 km dan bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam. Kota-kota lain yang dekat dengan lokasi Gunung Sepikul adalah Klaten, Wonogori, dan kota kabupaten di mana Gunung Sepikul berada, Sukoharjo.
Saat itu aku dan Neng Josie start dari kota Bengawan, melalui rute jalan raya Solo - Wonogiri. Untuk titik-titik yang kami lewati aku tidak ingat persis. Yang pasti selama perjalanan, aku memanfaatkan Google Maps sambil sesekali bertanya kepada orang untuk lebih memastikan. Alhamdulillah kami sampai dan kembali dengan selamat tanpa tersesat. Happy Traveling.
17 komentar untuk "Mendaki Gunung Sepikul, Bekas Lokasi Syuting Film Wiro Sableng"
Silakan berkomentar dengan tertib dan sopan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.