Zuck Linn #27: Hati-hati Yang Patah
SebelumnyaZuck Linn #26: Malam Minggu Paling Kelabu
#27 Hati-hati Yang Patah
Sejak malam itu sampai seminggu ini Zuck dan Linn terlibat adu cuek. Dan hingga memasuki hari ketujuh pagi ini, posisi keduanya masih imbang berat. Belum ada yang menang karena belum ada yang mau mengalah.
Malam minggu itu, Zuck yang kembali lebih mementingkan band membuat Linn marah besar. Padahal ia sangat ingin berdua dengan Zuck ke acara milad temannya. Kemarahan itu membuat Linn menghukum Zuck dengan cara tidak mengangkat telepon-teleponnya.
Sementara Zuck menganggap, malam minggu itu Linn sama sekali tidak menghargainya. Telepon-teleponnya tak diindahkan, pesan WhatsApp-nya juga sampai pagi ini belum bercentang biru. Padahal Zuck tahu Linn sering ganti foto profil.
Malam itu Zuck berharap paling tidak paginya, Linn menghubunginya duluan meminta maaf dan menjelaskan kenapa tak menjawab telepon-teleponnya. Tapi bahkan hingga hari ini, alih-alih telepon permintaan maaf, sekedar pesan ucapan selamat pagi saja sudah tidak pernah lagi Linn berikan.
Zuck sendiri bingung, ia yang mendiamkan atau justru dia yang didiamkan. Satu yang pasti, ia sudah tidak kuat! Rasa marah dan rindu bertumpuk menjadi satu. Puncaknya sabtu pagi ini, saat berangkat kuliah, Zuck berhenti di tepi jalan sepi. Ia ingin menelepon Linn tanpa terganggu kebisingan. Dimatikannya mesin motor, lalu sambil duduk di atas tangki, ia memencet nomor Linn. Beruntung tidak pakai lama Linn mau mengangkat.
"Malam minggu itu kutelepon berkali-kali kenapa nggak diangkat?" tanya Zuck tanpa basa basi.
"Aku lagi di ulang tahun temen," sahut Linn dingin.
"Oh lagi seneng-seneng. Saking seneng bangetnya sampai lupa aku? Iya? Bahkan berangkatnya, sekedar basa basi pamitan aja enggak?!" berondong Zuck menghakimi.
"Bukannya dari beberapa hari sebelumnya aku udah beritau. Malahan aku ajak kamu juga?"
"Aku kan udah bilang tiap malam minggu ngeband?!"
"Yaudah. Kamu tiap malam minggu ngeband, nyanyi-nyanyi, jejingkrakan, seneng-seneng. Tiap malam minggu! Sementara aku, baru sekali mencoba seneng-seneng, kenapa kamu nggak terima?!"
"Tapi aku ngeband nggak seneng-seneng!"
"Oh yah? Nggak seneng kok masih ditekuni?!"
"Kok sekarang kamu jadi berani ngebantah gini sih?"
"Aku capek."
"Kenapa? Kamu diam-diam sudah punya cowok lain?"
Linn langsung memutuskan telepon tanpa aba-aba.
"Sempak berhala!" maki Zuck langsung turun dari motor dan berubah naik pitam. Diteleponnya kembali Linn, tapi tak diangkat. Diulanginya sekali lagi, yang ada kali ini justru di-reject. Kemarahan Zuck langsung mengalami peningkatan yang pesat. Kepalanya tolah toleh, mencari tembok untuk tempat banting HP melampiaskan amarah. Sayangnya tidak ada tembok di sekitarnya. Padahal ada aspal terbentang jelas di depannya, tapi Zuck tidak mau. Yang ia butuhkan adalah tembok. Tidak bisa diganti dengan yang lain. Kalau dibanting ke aspal takutnya rusak.
Akhirnya, dengan perasaan mangkel yang tiada tara, Zuck mengengkol RX King-nya, digeber-gebernya beberapa kali, setelah itu tancap gas dan ngebut penuh emosi menuju kampus. Biar saja mau tabrakan sama mobil Tamiya atau motor mainan Zuck tak peduli. Biar!
--~=00=~--
Sementara di SMA Khatuliswa, Linn tampak sesenggukkan di bangku sudut kelas. Air matanya merembes membasahi pipi. Hatinya begitu sakit oleh sikap Zuck. Sudah berhari-hari dicuekin, sekalinya menghubungi hanya untuk dimarah-marahi. Dan yang paling bikin perih, Zuck tega menuduhnya punya pacar lain.
Linn membuka tas, mencari tisu, sapu tangan, taplak meja, handuk, kanebo atau apa pun yang bisa digunakan untuk menghapus air matanya. Tapi tak ada barang-barang itu barang selembar pun. Sesaat ia memegang tipe x, tapi kemudian buru-buru dikembalikan. Linn berpikir, segila-gilanya ia tak mungkin menghapus air mata dengan tipe-x.
"Ada apa, Linn?" tanya Yonah yang baru memasuki kelas.
Linn buru-buru menyeka air matanya dengan kertas sampul buku paket, berusaha tersenyum. "Nggak apa-apa."
"Nggak apa-apa kok nangis?"
"Enggak kok. Ini cuma lagi latihan pipis lewat mata aja."
"Nggak usah bohong. Kalau ada masalah jangan dipendam sendiri. Cerita, siapa tau aku atau Dewik bisa bantu."
Linn terdiam. Batinnya semakin tertekan. Sejujurnya di situasi seperti ini, ia butuh Yonah dan Dewik untuk berbagi cerita. Tapi menceritakan masalahnya kepada mereka, sama saja akan menambah masalah.
"Sudahlah, Yonah. Aku ingin ngelupain masalahku," ucap Linn sambil menyedot ingusnya.
"Cerita dong. Masalahnya apa?"
"Enggak tau. Aku sendiri tuh lupa masalahku apa?"
Hening.
--~=00=~--
Selanjutnya Zuck Linn #28: Perjuangan Rein
Posting Komentar untuk "Zuck Linn #27: Hati-hati Yang Patah"
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan tertib dan sopan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.