Hari Ulang Tahun dan Pengalaman Membalas Pertanyaan Nyinyir Kapan Nikah di Grup WhatsApp
Alhamdulillah, hari ini tanggal 5 Mei 2020, menjadi hari ulang tahun saya yang ketiga puluhtiiiit *sensor!*. Pertama-tama tentunya aku bersyukur banget kepada Allah SWT yang telah memberikanku umur hingga tiga puluh lima tahun ini. Laah! Lupa nyensor? Jadi kebongkar deh haha. Biar saja. Ngapain gak pede dengan perjalanan hidup sendiri. Justru saya bangga dan bahagia hari ini genap berumur 35 tahun. Semoga saya diberi umur panjang yang penuh dengan kebahagiaan dan kesehatan seperti saat ini. Aamiin Yaa Allah.
Tanggal 5 Mei, 35 tahun lalu, bertepatan dengan bulan Ramadhan, saya dilahirkan dengan penuh sukacita oleh Ibunda tercinta dengan dibantu dukun kampung bernama Mbok Martoyo. Aku lahir di pelosok Unit Penempatan Transmigrasi (UPT) III, desa Sumber Daya, Kecamatan Kuala. Dulu masuk wilayah kabupaten Aceh Barat, tapi saat ini sudah berdikari menjadi kabupaten Nagan Raya akibat pemekaran. Saat itu juga bertepatan dengan bulan puasa seperti ini. Makanya oleh orang tua saya dinamai Marzuki Ramadhan.
Saat usia saya menginjak 16 tahun, kira-kira pertengahan tahun 2001, kami sekeluarga eksodus meninggalkan provinsi Serambi Mekkah. Pasalnya saat itu kondisi keamanan di Aceh benar-benar tidak kondusif. Ketika itu aku baru tamat SMP dan bahkan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dilaksanakan di pengungsian. Kami seluruh kampung mengungsi dan akhirnya tercerai-berai ke berbagai daerah di Indonesia. Termasuk aku, yang akhirnya pindah ke provinsi Riau hingga saat ini berumur 35 tahun.
35 tahun, memang belum tertalu tua, tapi juga sudah nggak sopan kalau disebut muda belia. Yang jadi persoalan baik di masyarakat maupun keluarga, aku belum menikah! Yeah, 35 tahun belum menikah, tentu rawan menjadi bahan perbincangan dan pertanyaan bagi orang-orang yang mau-maunya repot mengurusi kehidupan orang lain. Padahal aku sendiri enjoy dengan status bujang lapuk ini. Tapi entah justru orang lain yang sibuk gak jelas dan kerap kepo keparat.
Baca Juga: Penyebab Hilangnya Uang 100 Ribu dan 50 Ribu di Celengan
Kalau yang menanyakan kapan nikah dari keluarga emang suka bikin sedih sih. Hiks! Tapi kalau orang lain yang bertanya, aku mah sebodo teuing! Bukan berarti aku diam. Pasti aku jawab, mulai dari jawaban slengean bercanda, hingga jawaban ketus. Tergantung siapa yang bertanya dan seberapa sering dia bertanya. Kalau sering-sering kepo, wajib sesekali diberi jawaban tegas dan serangan balik. Dia tersinggung? Bagus! Justru itu tujuan saya biar mulutnya nggak terus-terusan nyinyir mengurusi kehidupan pribadi saya.
Misalnya di WhatsApp Grup alumni sekolah, cukup banyak teman-teman yang kerap menanyakan kapan nikah. Tapi di antara yang banyak itu, ada 2 ekor yang paling getol mengurusi member yang belum menikah. Kebetulan di grup ada beberapa orang lainnya yang masih lajang selain aku. Dua oknum tersebut, sebut saja si A dan si B, yang paling rajin menjadikan kami yang masih belum menikah sebagai bahan guyonan cenderung bully-an di chattingan group.
'Kapan nikah lho. Anakku aja udah besar-besar.'
'Kebanyakan milih-milih. Nanti ujung-ujungnya juga dapat yang burik.'
'Waktunya Sunnah Rasul nih, kasian banget ya yang belum menikah.'
'Cepetan nikah, keburu tua nanti letoy!'
'Punya anu cuma buat pipis doang.'
'Pakai dukun coba biar laku.'
Dan macam-macam lagi. Entah maksudnya bercanda atau memotivasi, tapi lama-lama gedek juga dengan kepedulian murahan semacam itu. Sekali dua kali okelah aku tanggapi biasa-biasa saja atau paling cukup didiemin gak ikut nimbrung. Tapi kalau sudah terus menerus, kayaknya perlu sekali-kali diberi jawaban menohok biar gak tuman!
Dan akhirnya kesempatan itu tiba! Suatu hari, si A becandanya jelek banget;
"Juk kamu ini sebenarnya laki bukan sih? Kok gak nikah-nikah?"
Dan ditimpali oleh si B:
"Kayaknya dia gak suka perempuan 😃😃😄."
Meski si B melengkapi kata-katanya dengan emot ketawa, tapi itu sudah gak lucu menurutku. Anggota grup yang sama-sama belum menikah kayaknya santai saja dengan obrolan tersebut. Tapi aku yakin sebenarnya mereka diam-diam bete dengan kelakuan si A dan B. Dan aku sudah gak bisa lagi santai dengan cara mereka. Kesabaranku habis, gaes!
Maka aku balas dengan langsung me-mentions kedua mahluk jingan itu:
"Hahaha A dan B ada saja. Aku laki tulen bro. Kalau gak percaya, sini aku pakai bini kalian satu malam aja. Giliran. Malam ini istri B, besok istri A. Ntar tanya sama mereka gimana rasanya main sama aku, buat bukti aku lakik atau bukan?"
Belum sempat mereka ngerespon, aku tambahin lagi:
"Tapi jangan mahal-mahal tarifnya, soalnya kan bini kalian jele... 😃😃😄"
Aku akhiri dengan tiga biji emoticon ngakak buat mendramatisir arena chatting. Dan, marah-marah dong mereka.
A: "Jaga mulutmu amjinc!"
B: "Kok gitu kamu ngomongnya Juk?! Aku kan cuma becanda!"
Me: "Lho aku juga becanda kok. Itu buktinya aku pakai emot ketawa?"
Aku sebenarnya memang bercanda sih. Kalau ternyata mereka beneran rela menjual istrinya, aku juga gak bakalan mau. Apaan. Niat saya murni cuma mau membalas nyinyiran saja.
B: "Bercanda gak kayak gitu caranya."
Me: "Trus gimana dong caranya? Aku kan cuma ngasih solusi biar kalian gak pusing mikirin aku laki beneran atau bukan. Iya, kan?"
Biar makin hot suasananya, lalu aku tambahin:
"Kalau gak gini aja bro B. Kita taruhan 5 juta. Beri nomor istri kamu tapi tanpa sepengetahuan dia. Kalau dalam waktu sebulan aku gak bisa berhasil ngajak binimu bobo bareng, uang satu juta jadi milikmu, tapi kalau berhasil uang tersebut jadi milikku. Gimana?"
"Gimana bro A? Taruhan ini juga berlaku buat elu. Jadi aku ngeluarin 10 juta. Uang taruhannya kita titipkan ke admin."
Ini juga cuma buat gaya-gayaan doang sih. Mana berani aku merayu binor. Dan aku juga sudah yakin si A dan si B bakal nolak mentah-mentah usulan ini. Seandainya mereka beneran mau, aku yang bakalan membatalkan. Taruhan itu haram.
Dan gegara itu makin kacau room chatingan. Habis deh aku dikatain dengan kosa kata nama-nama binatang. Sampai si A ngajak ketemuan untuk nyelesaikan masalah secara jantan. Halah pret! Aku share location aja di grup, kebetulan saat itu aku lagi di Lampung dan mereka di provinsi yang lain. Kalau mau ya datang aja temui saya kan mereka yang butuh. Tapi untungnya mereka gak datang, kalau datang ya aku yang kabur. Ngapain gelut untuk urusan ginian hahaha. Gak dewasa banget. Bukannya instrospeksi. Becanda dibalas becanda kok malah ngajak duel.
Si A dan B request kepada admin agar aku didepak dari keanggotaan group. Untungnya si mimin orangnya arif dan bijaksana. Kami bertiga dinasehati agar saling menghormati sesama alumni dan jangan bercanda berlebihan lagi di grup. Kali itu dimaafkan, tapi jika terjadi lagi baru akan dikeluarkan dari kesatuan.
Endingnya...
Si A left group!
Dua menit kemudian, si B juga left grup!
Maempush! Lucu juga, suka menyinggung orang lain, giliran disinggung gantian kagak terima.
Baca Juga: Bingung Pilih Sony A 6000 atau Fujifilm X-A5, Eh Akhirnya Malah Ambil Canon EOS M50
Baca Juga: Bingung Pilih Sony A 6000 atau Fujifilm X-A5, Eh Akhirnya Malah Ambil Canon EOS M50
Dan bukan cuma di dunia maya. Di kehidupan nyata, beberapa tahun terakhir ini jika ada yang bacot terus-terusan menanyakan kapan aku beristri, bakal aku debat habis-habisan dan kuberi serangan balik. Tak peduli jika itu nyerempet masalah pribadi. Toh mereka yang lebih dahulu ngurusin masalah pribadi saya. Tindakan ini memang bisa menciptakan musuh baru. Tapi ya bodo amat. Gak penting juga kenal dengan orang-orang yang over nyinyir seperti itu. Masih banyak teman-teman yang lebih menghargai orang lain.
Aku bukannya gak mau kawin ya. Pernah suatu hari sudah hampir menikah, tapi gagal dengan cara menyakitkan. Dan bukan juga karena trauma dengan peristiwa itu. Di lubuk hati yang paling dangkal, eh dalam, keinginan meniqa itu tetap ada. Cuma ya belum ketemu jodohnya aja. Mau gimana lagi? Dan, pertanyaan-pertanyaan kapan nikah dari para lambe turah itu sama sekali tidak membantu! Makanya harus ditangkis dan perlu diberi serangan balik. Biar gak tuman! Itu kalau yang nanya emang beneran kenal sih, kalau yang nanya-nanya cuma orang di sosmed sih aku cuekin.
Balik lagi ke pengalaman saya gagal kawin karena terhalang dengan aturan kolot dalam negri. Kalau larangan karena beda agama, okelah karena memang dalam agama Islam hukumnya haram. Kalau larangan karena sama jenis kelamin, oke juga bisa dimaklumi karena aturan di negara ini tidak membolehkannya. Tapi kalau gak boleh nikah hanya karena sesama anak pertama, berbeda pulau, berbeda tingkat pendidikan, beda suku, beda warna kulit, itu sih aturan sampah 24 karat! Ups maap jadi ngegas gini kan. Oke, kalem, boy.
Tarik napas. Sruput kopi dulu biar gak salah paham.
Badewe jadi ngelantur nggak jelas gini tulisannya. Bahasanya juga kayak lagi di terminal. Padahal saat mulai menulis tadi, artikel ini saya beri judul 'Selamat Ulang Tahun, Zuki! Semangat Kejar Impian-impian Kamu' dan fokus mau membahas seputar impian-impian saya setelah usia 35 ini. Tapi pas nulis malah kebablasan curhat chat WhatsApp. Terpaksa judulnya disesuaikan sebelum dipublish.
Perihal hari ulang tahun, aku bukanlah dari kalangan yang suka menspesialkan apalagi merayakannya. Maklum orang kampung jaman dulu, tidak ada yang namanya acara-acara ultah. Seumur hidup aku belum pernah memperingati hari ultah dengan perayaan model apapun. Entah itu makan-makan mentraktir orang-orang, dibikinin tumpeng, dikasih kue tart, pesta pora 7 hari 7 malam, tiup lilin, jaga lilin, nanggap wayang, dilempari telur dan tepung, syukuran di panti asuhan, atau apapun bentuknya sama sekali tidak pernah.
Paling sekedar ucapan via telepon atau SMS dari orang-orang tertentu yang benar-benar mengingatnya. Itupun tidak selalu. Dan aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Karena bagi aku, perayaan ultah bukanlah sesuatu yang penting dan perlu dibesar-besarkan. Bukan berarti aku anti dengan perayaan ultah. Saya beberapa kali menghadari acara ultah teman karena diundang atau diajak. Tapi jika merayakan ultah saya sendiri, memang belum pernah. Bukannya pelit, saya mah kalau nraktir temen gak perlu nunggu hari ultah, tapi nunggu hari kiamat. Haha, becanda!
Saking cueknya sama hari jadi, malah dulu aku sering lupa dengan hari ulang tahun sendiri. Misalnya tiba-tiba kepikiran hari lahir, biasanya masih lama beberapa bulan lagi. Begitu kepikiran lagi, eh sudah kelewatan. Sering seperti itu.
Aku baru selalu ingat dengan hari ulang tahun itu ketika punya akun Facebook. Soalnya sosial media bikinan Mark Zuckerberg itu emang rutin ngingetin setiap tanggal 5 Mei. Dulu pada saat tanggal lahir aku set untuk konsumsi publik, banyak juga teman-teman di efbi yang ngucapin met ultah. Tapi sejak aku buat menjadi privat, nggak ada yang ingat lagi dan akhirnya nggak pernah ada yang ngucapin happy birthday. Huhu 4kowH ceWdigH.
Tapi khususon tanggal 5 Mei tahun 2020 ini, ada keunikan dan kespesialan tersendiri yang belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Apa itu? Baik, aku jelasin. Jadi gini, milad episode ke-35 ini juga bertepatan dengan bulan Ramadhan, yang mana saat itu aku juga lairnya pas bulan puasa seperti ini. Unik gak tuh?
Seingatku memang baru ultah tahun ini yang bulan Masehi dan bulan Hijriyah kelahiranku kompak ada di waktu yang bersamaan: Mei dan Ramadhan. Tahun-tahun sebelumnya belum pernah. Entah kalau sebenarnya pernah tapi aku tidak menyadarinya. Sebab sebagaimana yang telah aku curhatkan di atas, aku suka gak peduli dan sering gak ingat dengan hari ulang tahunku sendiri.
Berhubung terasa unik dan istimewa, maka untuk ulang tahun part ke 35 ini aku ingin merayakannya dengan cara sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Malah baca puisi.
Baca Juga: One Day One Post, Satu Hari Satu Postingan Di Bulan Baik dan Spesial!
Baca Juga: One Day One Post, Satu Hari Satu Postingan Di Bulan Baik dan Spesial!
Ya, saya akan merayakannya dengan sederhana saja karena ini menjadi perayaan ultah pertama di hidup saya. Lokasi perayaannya juga sederhana, yaitu di blog ini. Bentuk perayaannya adalah dengan bikin acara ODOP atau One Day One Post. Jadi aku mau bikin 1 Hari 1 Postingan di sepanjang bulan Mei 2020 ini untuk memperingati HUT Marzuki Ramadhan yang ke-35. Dan Alhamdulillah, hingga hari kelima ini masih lancar jaya setiap hari mempublish satu artikel. Tapi tentunya masih ada tantangan menulis 26 artikel lagi, mengingat bulan lima berisi tiga puluh satu hari.
Selebihnya tidak ada keinginan muluk-muluk di dirgahayu saya yang ke-35 ini. Aku mau ingin enjoy aja menjalani hari demi hari. Melakoninya dengan santai tapi pasti. Perjuangkan apa yang perlu diperjuangkan. Bekerja dengan sebaik-baiknya. Perbanyak menabung dan berinvestasi. Lebih ingin menjalani hidup sehat. Dan setelah pandemi Corona ini berakhir, aku ingin Solo Touring ke titik nol Aceh, setelah itu ke pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumba dan Sumbawa! Catet!
Posting Komentar untuk "Hari Ulang Tahun dan Pengalaman Membalas Pertanyaan Nyinyir Kapan Nikah di Grup WhatsApp"
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan tertib dan sopan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.